3 Rekomendasi Wisata Sejarah ke Candi-candi Kerajaan Melayu Dharmasraya
Sumatera Barat tidak hanya memiliki keindahan alam dan kuliner yang khas, tetapi juga mempunyai sejarah dan budaya yang kaya. Salah satunya di Kabupaten di Provinsi Sumatra Barat, Kabupaten Dharmasraya.
Wilayah ini memiliki kisah peradaban yang panjang. Kawasan ini dahulunya pernah menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan Kerajaan Melayu Dharmasraya.
Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya banyak situs-situs purbakala peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya yang pernah berjaya pada abad ke-13 di wilayah sepanjang Sungai Batanghari.
Ingin tahu lebih dalam tentang sejarah wilayah tersebut? Berikut sajikan 3 rekomendasi wisata sejarah ke candi-candi peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera Barat.
1. Candi Padang Roco
Situs Candi Padang Roco berada di daerah aliran Sungai Batanghari, tepatnya di Jorong Sungai Langsat (Sei Langsek), Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya.
Dilansir dari website resmi Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, lokasi candi ini terletak di sebuah pulau yang dipisahkan oleh Sungai Dareh. Hal ini membuat akses ke lokasi candi cukup sulit karena transportasi yang tersedia hanya mengandalkan rakit.
Wilayah Dharmasraya dahulu pernah menjadi pusat pemerintahan dan ibu kota Kerajaan Malayu pada tahun 1286 sampai dengan tahun 1347 M.
Keberadaan Candi Padang Roco merupakan salah satu bukti bahwa pada dahulunya wilayah ini pernah dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Candi Padang Roco merupakan candi yang bernafaskan agama Buddha.
Kompleks Candi Padang Roco terbuat dari susunan bata dan terdiri dari empat buah candi. Tiga di antara candi-candi tersebut telah selesai digali dan dipugar, yakni Candi Padangroco I yang merupakan candi induk, Candi Padangroco II dan Candi Padangroco III. Sedangkan, Candi Padangroco IV yang berada di sudut belakang Candi Padangroco II masih berupa reruntuhan bata.
Pada bagian barat daya candi terdapat sebuah kolam, yang diperkirakan dahulunya merupakan tempat mencuci kaki sebelum masuk ke candi. Selain itu, ditemukan juga parit di sekeliling Candi Padang Roco.
Menurut website resmi Kemdikbud, candi ini sudah masuk daftar Cagar Budaya dengan nomor inventaris 01/BCB-TB/A/18/2007. Sehingga, untuk yang tertarik berkunjung ke Candi Padang Roco, tidak dipungut biaya masuk.
2. Candi Pulau Sawah
Kompleks Candi Pulau Sawah terletak di sisi utara daerah aliran Sungai Batanghari, tepatnya di Jorong Siguntur. Kawasan ini memiliki luas mencapai 15 ha dan dikelilingi oleh perkebunan karet rakyat.
Di situs percandian ini ditemukan 11 munggu (struktur bangunan) yang berupa sisa reruntuhan bangunan candi. Namun dari sebelas munggu tersebut baru tiga munggu yang telah diteliti. Dua di antara peninggalan sisa candi tersebut sudah dipugar, yaitu Candi Pulau Sawah I dan Candi Pulau sawah II.
Di area kompleks Candi Pulau Sawah ini ditemukan pula peninggalan arkeologi lainnya, di antaranya beberapa fragmen arca batu dan juga fragmen hiasan terakota.
Dikutip dari jurnal Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Candi Pulau Sawah sejauh ini telah dilakukan pelengkapan terhadap beberapa fasilitas wisata meliputi pengadaan gazebo, toilet pelebaran akses jalan masuk ke objek wisata Candi Pulau Sawah, pentas kesenian, pragola, broad walk dan kios cendra mata.
Bahkan di kawasan Candi Pulau Sawah sendiri pernah dilaksanakan event Pamalayu, yakni kegiatan memperingati hari jadi Kabupaten Dharmasraya.
Menurut website resmi Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, untuk mengunjungi candi ini, perlu melewati persimpangan Sikabau menuju Siguntur dan terus lurus sampai ke Pulau Tongah. Kemudian bisa menaiki perahu yang tersedia disana sembari menikmati pemandangan di sekitar Sungai Batanghari.
Harga tiket masuk wisata candi ini adalah sebesar Rp 10.000 per orangnya. Sementara, jam operasional untuk pengunjung candi mulai dari 06.30 sampai 17.30 WIB.
3. Candi Bukik Awang Maombiak
Candi Bukik Awang Maombiak terletak di atas sebuah bukit kecil di Jorong Siguntur, tepatnya di Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Dikutip dari website resmi Kemdikbud, oleh penduduk sekitar, bukit kecil tersebut diberi nama Bukik Awang Maombiak. Dalam bahasa Minang, Bukik berarti bukit, awang berarti rawa, dan maombiak berarti bergoyang.
Nama tersebut menggambarkan keadaan topografi bukit itu yang memang tidak besar dan dikelilingi oleh dataran yang sebagian besar berupa sawah. Diperkirakan dahulu dataran itu berupa genangan atau rawa, belum sawah. Sehingga kemudian situs tempat candi tersebut dinamakan Bukik Awang Maombiak oleh masyarakat.
Kondisi candi tua ini sudah sangat rusak. Struktur bangunannya sudah teracak, sehingga sulit untuk mengetahui bentuknya. Namun, masih bisa dilihat sisa-sisa bata bagian bawah kaki candi, yang masih terletak pada kedudukannya.
Dari sisa-sisa bangunan tersebut, diketahui bahwa denah bangunan ini berupa empat persegi dengan ukuran 16,60 x 14,35 m.
Pada situs ini, ditemukan juga beberapa fragmen hiasan terakota, yang memiliki motif hias floral berupa sulur-sulur daun dan bunga.
Bagi yang tertarik berkunjung, dengan harga tiket masuk sebesar Rp 10.000, Anda sudah bisa menikmati fasilitas dan juga keindahan alam serta edukasi di dalam candi. Untuk jam operasional Candi Bukik Awang Maombiak tergolong fleksibel, akan tetapi rata-rata pengunjung yang datang ke lokasi ini sekitar pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.
Itulah 3 rekomendasi wisata sejarah ke candi-candi peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera Barat. Dengan mengunjungi candi-candi ini, bisa menikmati pemandangan yang indah sekaligus juga bisa belajar tentang sejarah dan budaya yang pernah berkembang di wilayah ini.
Candi-candi merupakan saksi bisu dari kejayaan dan kebudayaan Kerajaan Melayu Dharmasraya yang menjadi bagian dalam sejarah Nusantara. Semoga artikel ini bermanfaat dan selamat berwisata sejarah ya!
Sumatera Barat tidak hanya memiliki keindahan alam dan kuliner yang khas, tetapi juga mempunyai sejarah dan budaya yang kaya. Salah satunya di Kabupaten di Provinsi Sumatra Barat, Kabupaten Dharmasraya.
Wilayah ini memiliki kisah peradaban yang panjang. Kawasan ini dahulunya pernah menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan Kerajaan Melayu Dharmasraya.
Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya banyak situs-situs purbakala peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya yang pernah berjaya pada abad ke-13 di wilayah sepanjang Sungai Batanghari.
Ingin tahu lebih dalam tentang sejarah wilayah tersebut? Berikut sajikan 3 rekomendasi wisata sejarah ke candi-candi peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera Barat.
1. Candi Padang Roco
Situs Candi Padang Roco berada di daerah aliran Sungai Batanghari, tepatnya di Jorong Sungai Langsat (Sei Langsek), Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya.
Dilansir dari website resmi Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, lokasi candi ini terletak di sebuah pulau yang dipisahkan oleh Sungai Dareh. Hal ini membuat akses ke lokasi candi cukup sulit karena transportasi yang tersedia hanya mengandalkan rakit.
Wilayah Dharmasraya dahulu pernah menjadi pusat pemerintahan dan ibu kota Kerajaan Malayu pada tahun 1286 sampai dengan tahun 1347 M.
Keberadaan Candi Padang Roco merupakan salah satu bukti bahwa pada dahulunya wilayah ini pernah dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Candi Padang Roco merupakan candi yang bernafaskan agama Buddha.
Kompleks Candi Padang Roco terbuat dari susunan bata dan terdiri dari empat buah candi. Tiga di antara candi-candi tersebut telah selesai digali dan dipugar, yakni Candi Padangroco I yang merupakan candi induk, Candi Padangroco II dan Candi Padangroco III. Sedangkan, Candi Padangroco IV yang berada di sudut belakang Candi Padangroco II masih berupa reruntuhan bata.
Pada bagian barat daya candi terdapat sebuah kolam, yang diperkirakan dahulunya merupakan tempat mencuci kaki sebelum masuk ke candi. Selain itu, ditemukan juga parit di sekeliling Candi Padang Roco.
Menurut website resmi Kemdikbud, candi ini sudah masuk daftar Cagar Budaya dengan nomor inventaris 01/BCB-TB/A/18/2007. Sehingga, untuk yang tertarik berkunjung ke Candi Padang Roco, tidak dipungut biaya masuk.
2. Candi Pulau Sawah
Kompleks Candi Pulau Sawah terletak di sisi utara daerah aliran Sungai Batanghari, tepatnya di Jorong Siguntur. Kawasan ini memiliki luas mencapai 15 ha dan dikelilingi oleh perkebunan karet rakyat.
Di situs percandian ini ditemukan 11 munggu (struktur bangunan) yang berupa sisa reruntuhan bangunan candi. Namun dari sebelas munggu tersebut baru tiga munggu yang telah diteliti. Dua di antara peninggalan sisa candi tersebut sudah dipugar, yaitu Candi Pulau Sawah I dan Candi Pulau sawah II.
Di area kompleks Candi Pulau Sawah ini ditemukan pula peninggalan arkeologi lainnya, di antaranya beberapa fragmen arca batu dan juga fragmen hiasan terakota.
Dikutip dari jurnal Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Candi Pulau Sawah sejauh ini telah dilakukan pelengkapan terhadap beberapa fasilitas wisata meliputi pengadaan gazebo, toilet pelebaran akses jalan masuk ke objek wisata Candi Pulau Sawah, pentas kesenian, pragola, broad walk dan kios cendra mata.
Bahkan di kawasan Candi Pulau Sawah sendiri pernah dilaksanakan event Pamalayu, yakni kegiatan memperingati hari jadi Kabupaten Dharmasraya.
Menurut website resmi Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, untuk mengunjungi candi ini, perlu melewati persimpangan Sikabau menuju Siguntur dan terus lurus sampai ke Pulau Tongah. Kemudian bisa menaiki perahu yang tersedia disana sembari menikmati pemandangan di sekitar Sungai Batanghari.
Harga tiket masuk wisata candi ini adalah sebesar Rp 10.000 per orangnya. Sementara, jam operasional untuk pengunjung candi mulai dari 06.30 sampai 17.30 WIB.
3. Candi Bukik Awang Maombiak
Candi Bukik Awang Maombiak terletak di atas sebuah bukit kecil di Jorong Siguntur, tepatnya di Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Dikutip dari website resmi Kemdikbud, oleh penduduk sekitar, bukit kecil tersebut diberi nama Bukik Awang Maombiak. Dalam bahasa Minang, Bukik berarti bukit, awang berarti rawa, dan maombiak berarti bergoyang.
Nama tersebut menggambarkan keadaan topografi bukit itu yang memang tidak besar dan dikelilingi oleh dataran yang sebagian besar berupa sawah. Diperkirakan dahulu dataran itu berupa genangan atau rawa, belum sawah. Sehingga kemudian situs tempat candi tersebut dinamakan Bukik Awang Maombiak oleh masyarakat.
Kondisi candi tua ini sudah sangat rusak. Struktur bangunannya sudah teracak, sehingga sulit untuk mengetahui bentuknya. Namun, masih bisa dilihat sisa-sisa bata bagian bawah kaki candi, yang masih terletak pada kedudukannya.
Dari sisa-sisa bangunan tersebut, diketahui bahwa denah bangunan ini berupa empat persegi dengan ukuran 16,60 x 14,35 m.
Pada situs ini, ditemukan juga beberapa fragmen hiasan terakota, yang memiliki motif hias floral berupa sulur-sulur daun dan bunga.
Bagi yang tertarik berkunjung, dengan harga tiket masuk sebesar Rp 10.000, Anda sudah bisa menikmati fasilitas dan juga keindahan alam serta edukasi di dalam candi. Untuk jam operasional Candi Bukik Awang Maombiak tergolong fleksibel, akan tetapi rata-rata pengunjung yang datang ke lokasi ini sekitar pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.
Itulah 3 rekomendasi wisata sejarah ke candi-candi peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera Barat. Dengan mengunjungi candi-candi ini, bisa menikmati pemandangan yang indah sekaligus juga bisa belajar tentang sejarah dan budaya yang pernah berkembang di wilayah ini.
Candi-candi merupakan saksi bisu dari kejayaan dan kebudayaan Kerajaan Melayu Dharmasraya yang menjadi bagian dalam sejarah Nusantara. Semoga artikel ini bermanfaat dan selamat berwisata sejarah ya!
No comments: