Alasan Pasar Tekstil di Kesawan Medan Disebut Pajak Ikan Lama
Pasar ikan tua merupakan pasar tekstil populer di kecamatan Kesawan kota Medan. Pasar ini terletak di dekat Lapangan Merdeka yang berada di pusat kota Medan sehingga mudah untuk diakses. Nelayan tua adalah pedagang pakaian yang menjual berbagai macam kain, mulai dari bahan mentah hingga pakaian jadi. Tak hanya warga Medan yang berkunjung, pajak ikan purba juga menarik minat pendatang dari Aceh, Padang, dan Riau. Berdasarkan pantauan grup (28/11/2023), sifat usaha dan pajak lama terbagi dua, yakni yang di pinggir jalan dan yang di gang. Saat saya mencoba memasuki pasar tersebut, ternyata banyak terdapat toko kain dan kain di kawasan kecil ini. Kisah pajak ikan zaman dahulu
Menurut sejarah, pengusaha sukses Tjong A Fie membangun pulau tersebut pada masa penjajahan Belanda, saat ia masih menguasai pulau tersebut. Pasar ini merupakan tempat para penjual ikan, daging, dan sayur-sayuran menjual dagangannya. Rina, seorang penjual beras yang pernah bekerja sama dengan penjual ikan di pajak penangkapan ikan yang lama, menjelaskan, sejak diberlakukannya pajak penangkapan ikan yang lama, ini merupakan pasar yang menjual ikan dalam jumlah besar.
“Awalnya pasar ikan, meski tong dan talinya banyak. “Jenisnya banyak sekali, ada yang ikan laut dan ada pula yang ikan kering seperti ikan teri dan ikan asin,” jelas Rina.
Pedagang lainnya, Dipo, generasi ketiga pemilik toko pakaian di Pajak Ikan Lama sejak tahun 1950-an, juga mengatakan bahwa Pajak Ikan Tua telah menjadi pusat perdagangan ikan yang aktif sejak zaman penjajahan Belanda. “Dulu pada masa pemerintahan Belanda, tempat ini merupakan tempat berjualan ikan, disinilah dikumpulkan segala jenis ikan. Namun setelah berakhirnya perlawanan militer dan kembalinya Belanda ke negaranya, pasar tersebut dialihfungsikan. menjadi pasar tekstil dan pasar ikan dialihkan ke pasar Hindu,” kata Dipo
Ia juga menjelaskan mengapa layanan pajak ikan diubah menjadi sentra menjahit. Padahal, saat itu sebagian besar pendatang asal Singapura dan India berprofesi sebagai penjual kain. Ia juga mengatakan bahwa dulu banyak penenun di daerah tersebut, sehingga terjadilah perdagangan kain dengan pajak ikan yang lama. “Karena dulu ketika Belanda pergi, orang asing yang datang ke sini banyak orang Singapura, India, dan Arab, mereka bekerja di perdagangan tekstil. Dulu di sini banyak orang yang menenun kain, jadi banyak juga tekstil yang dijual di sini. , sedikit demi sedikit ikannya terangkut,” jelas Dipo. Ketua Program Studi Antropologi (Kaprodi) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Sumatera Utara (USU), Irfan Simatupang mengatakan, pajak ikan purbakala pernah menjadi pusat bisnis kota Medan. .
“Pajak penangkapan ikan yang lama itu pusat kota Medan, belakang sungai itu pelabuhannya, jadi ada pajak penangkapan ikan. Ini adalah tempat di mana orang-orang dari atas dan bawah berkumpul. Disebut pajak ikan lama karena merupakan tempat penjualan ikan hasil laut, jelas Irfan saat ditemui, Selasa (28/11/2023)
“Pelabuhannya sekarang sangat indah di pinggir sungai, bersebelahan dengan Kantor Wali Kota Medan yang bertingkat tinggi. Banyak orang Tionghoa yang tinggal di sana karena sebagian besar berprofesi sebagai pedagang seperti Tjong A Fie misalnya. Imigran dari India dan Arab juga bekerja di sana,” tambahnya. Irfan pun menjelaskan alasan pergantian pedagang ikan yang digantikan pedagang tekstil. Bisnis tekstil, kata Irfan, lebih berkelanjutan. “Awalnya ada orang yang berjualan ikan, kemudian ada orang yang datang lagi dan menjual barang-barang lainnya. Dari segi bisnis, bisnis yang paling baik diawetkan adalah kain, karena tidak laku dijual, bisa disimpan lama. time.time", sehingga tetap di sana. “Perkembangan lain di Medan adalah dibukanya pasar tradisional seperti Sukaramai, Simpang Limun, Marelan, dan lain-lain. ", tutupnya.
Pasar ikan tua merupakan pasar tekstil populer di kecamatan Kesawan kota Medan. Pasar ini terletak di dekat Lapangan Merdeka yang berada di pusat kota Medan sehingga mudah untuk diakses. Nelayan tua adalah pedagang pakaian yang menjual berbagai macam kain, mulai dari bahan mentah hingga pakaian jadi. Tak hanya warga Medan yang berkunjung, pajak ikan purba juga menarik minat pendatang dari Aceh, Padang, dan Riau. Berdasarkan pantauan grup (28/11/2023), sifat usaha dan pajak lama terbagi dua, yakni yang di pinggir jalan dan yang di gang. Saat saya mencoba memasuki pasar tersebut, ternyata banyak terdapat toko kain dan kain di kawasan kecil ini. Kisah pajak ikan zaman dahulu
Menurut sejarah, pengusaha sukses Tjong A Fie membangun pulau tersebut pada masa penjajahan Belanda, saat ia masih menguasai pulau tersebut. Pasar ini merupakan tempat para penjual ikan, daging, dan sayur-sayuran menjual dagangannya. Rina, seorang penjual beras yang pernah bekerja sama dengan penjual ikan di pajak penangkapan ikan yang lama, menjelaskan, sejak diberlakukannya pajak penangkapan ikan yang lama, ini merupakan pasar yang menjual ikan dalam jumlah besar.
“Awalnya pasar ikan, meski tong dan talinya banyak. “Jenisnya banyak sekali, ada yang ikan laut dan ada pula yang ikan kering seperti ikan teri dan ikan asin,” jelas Rina.
Pedagang lainnya, Dipo, generasi ketiga pemilik toko pakaian di Pajak Ikan Lama sejak tahun 1950-an, juga mengatakan bahwa Pajak Ikan Tua telah menjadi pusat perdagangan ikan yang aktif sejak zaman penjajahan Belanda. “Dulu pada masa pemerintahan Belanda, tempat ini merupakan tempat berjualan ikan, disinilah dikumpulkan segala jenis ikan. Namun setelah berakhirnya perlawanan militer dan kembalinya Belanda ke negaranya, pasar tersebut dialihfungsikan. menjadi pasar tekstil dan pasar ikan dialihkan ke pasar Hindu,” kata Dipo
Ia juga menjelaskan mengapa layanan pajak ikan diubah menjadi sentra menjahit. Padahal, saat itu sebagian besar pendatang asal Singapura dan India berprofesi sebagai penjual kain. Ia juga mengatakan bahwa dulu banyak penenun di daerah tersebut, sehingga terjadilah perdagangan kain dengan pajak ikan yang lama. “Karena dulu ketika Belanda pergi, orang asing yang datang ke sini banyak orang Singapura, India, dan Arab, mereka bekerja di perdagangan tekstil. Dulu di sini banyak orang yang menenun kain, jadi banyak juga tekstil yang dijual di sini. , sedikit demi sedikit ikannya terangkut,” jelas Dipo. Ketua Program Studi Antropologi (Kaprodi) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Sumatera Utara (USU), Irfan Simatupang mengatakan, pajak ikan purbakala pernah menjadi pusat bisnis kota Medan. .
“Pajak penangkapan ikan yang lama itu pusat kota Medan, belakang sungai itu pelabuhannya, jadi ada pajak penangkapan ikan. Ini adalah tempat di mana orang-orang dari atas dan bawah berkumpul. Disebut pajak ikan lama karena merupakan tempat penjualan ikan hasil laut, jelas Irfan saat ditemui, Selasa (28/11/2023)
“Pelabuhannya sekarang sangat indah di pinggir sungai, bersebelahan dengan Kantor Wali Kota Medan yang bertingkat tinggi. Banyak orang Tionghoa yang tinggal di sana karena sebagian besar berprofesi sebagai pedagang seperti Tjong A Fie misalnya. Imigran dari India dan Arab juga bekerja di sana,” tambahnya. Irfan pun menjelaskan alasan pergantian pedagang ikan yang digantikan pedagang tekstil. Bisnis tekstil, kata Irfan, lebih berkelanjutan. “Awalnya ada orang yang berjualan ikan, kemudian ada orang yang datang lagi dan menjual barang-barang lainnya. Dari segi bisnis, bisnis yang paling baik diawetkan adalah kain, karena tidak laku dijual, bisa disimpan lama. time.time", sehingga tetap di sana. “Perkembangan lain di Medan adalah dibukanya pasar tradisional seperti Sukaramai, Simpang Limun, Marelan, dan lain-lain. ", tutupnya.
No comments: