Tradisi Marpege-pege, Acara Lamaran Versi Batak Angkola
Marpege-pege merupakan tradisi suku Batak Angkola. Kebiasaan ini biasanya dilakukan ketika seseorang ingin menikah.
Angkola Batak merupakan salah satu suku Batak. Menurut Jurnal Antropologi Sumatera Universitas Negeri Medan, suku ini banyak mendiami tempat seperti Kecamatan Hutaimbaru, Kecamatan Batunadua, Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan kecamatan lain di Kota Padang Sidimpuan. , Sumatera Utara. Tentang Budaya Marpège-Pège
Dalam buku berjudul Ilmu Sosial dalam Perspektif Etnpedagogis yang ditulis oleh Deny Setiawan dan Maulana Arafat Lubis, Marpege-pege berasal dari bahasa Batak yang berarti buah yang bergerombol. Ada banyak benih dalam satu tandan. Secara terminologi, marpege-pege adalah adat markumpul hepeng yang artinya mengumpulkan uang dalam bahasa Batak. Adat ini dilakukan oleh sebagian masyarakat untuk membantu mempelai pria dengan memberikan uang dan hadiah atau rencana yang diputuskan oleh kelompok wanita. Adat ini dilakukan oleh calon mempelai laki-laki yang ingin memberitahu calon mempelai laki-laki. Pengantin laki-laki akan menelepon orang-orang yang dicintainya dan orang-orang terdekatnya sebelum menyerahkan uang hadiah. Sebelum pelaksanaan adat marpège-pège, mempelai laki-laki harus sudah mempertemukan kedua orang tuanya untuk membicarakan besaran uang yang akan diberikannya kepada pihak perempuan. Uang yang akan diberikan akan digunakan untuk menyelenggarakan pernikahan dan membeli peralatan yang akan digunakan calon pengantin setelah mereka lulus. Tradisi marpège-pège mengajak masyarakat untuk memberikan hadiah berupa uang ketika seseorang ingin mengawinkan anaknya, berapapun jumlah keluarganya.
Misalnya ada orang tua yang mempunyai anak empat dan ada pula yang hanya mempunyai satu anak dan tidak mempunyai anak, maka orang tua yang mempunyai empat anak tetap disebut orang tua yang mempunyai anak tidak lebih dari satu dan orang tua yang bahkan tidak mempunyai anak. beranak. tapi, bahkan bagi mereka yang melakukannya untuk keempat kalinya. Budaya marpege-pege pada masyarakat Batak Angkola merupakan salah satu bentuk hubungan sosial yang diterapkan sebagai solusi permasalahan dari sudut pandang ekonomi. Tradisi ini mampu mengurangi beban finansial bagi mereka yang ingin merencanakan pernikahan. Marpege-pege masih eksis hingga saat ini di kalangan suku Batak Angkola meskipun globalisasi saat ini sedang pesat.
Marpege-pege merupakan tradisi suku Batak Angkola. Kebiasaan ini biasanya dilakukan ketika seseorang ingin menikah.
Angkola Batak merupakan salah satu suku Batak. Menurut Jurnal Antropologi Sumatera Universitas Negeri Medan, suku ini banyak mendiami tempat seperti Kecamatan Hutaimbaru, Kecamatan Batunadua, Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan kecamatan lain di Kota Padang Sidimpuan. , Sumatera Utara. Tentang Budaya Marpège-Pège
Dalam buku berjudul Ilmu Sosial dalam Perspektif Etnpedagogis yang ditulis oleh Deny Setiawan dan Maulana Arafat Lubis, Marpege-pege berasal dari bahasa Batak yang berarti buah yang bergerombol. Ada banyak benih dalam satu tandan. Secara terminologi, marpege-pege adalah adat markumpul hepeng yang artinya mengumpulkan uang dalam bahasa Batak. Adat ini dilakukan oleh sebagian masyarakat untuk membantu mempelai pria dengan memberikan uang dan hadiah atau rencana yang diputuskan oleh kelompok wanita. Adat ini dilakukan oleh calon mempelai laki-laki yang ingin memberitahu calon mempelai laki-laki. Pengantin laki-laki akan menelepon orang-orang yang dicintainya dan orang-orang terdekatnya sebelum menyerahkan uang hadiah. Sebelum pelaksanaan adat marpège-pège, mempelai laki-laki harus sudah mempertemukan kedua orang tuanya untuk membicarakan besaran uang yang akan diberikannya kepada pihak perempuan. Uang yang akan diberikan akan digunakan untuk menyelenggarakan pernikahan dan membeli peralatan yang akan digunakan calon pengantin setelah mereka lulus. Tradisi marpège-pège mengajak masyarakat untuk memberikan hadiah berupa uang ketika seseorang ingin mengawinkan anaknya, berapapun jumlah keluarganya.
Misalnya ada orang tua yang mempunyai anak empat dan ada pula yang hanya mempunyai satu anak dan tidak mempunyai anak, maka orang tua yang mempunyai empat anak tetap disebut orang tua yang mempunyai anak tidak lebih dari satu dan orang tua yang bahkan tidak mempunyai anak. beranak. tapi, bahkan bagi mereka yang melakukannya untuk keempat kalinya. Budaya marpege-pege pada masyarakat Batak Angkola merupakan salah satu bentuk hubungan sosial yang diterapkan sebagai solusi permasalahan dari sudut pandang ekonomi. Tradisi ini mampu mengurangi beban finansial bagi mereka yang ingin merencanakan pernikahan. Marpege-pege masih eksis hingga saat ini di kalangan suku Batak Angkola meskipun globalisasi saat ini sedang pesat.
No comments: